Senin, 20 Januari 2014

IKLAN DAN DIMENSI ETISNYA


Fungsi Iklan Sebagai Pemberi Informasi Dan Pembentuk Opini
a.       Fungsi Iklan Sebagai Pemberi Informasi
Iklan mempunyai andil besar dalam menciptakan citra bisnis baik secara positif maupun negative. Iklan ikut menentukan penilaian masyarakat mengenai baik buruknya kegiatan bisnis. Sayangnya, lebih banyak iklan justru menciptakan citra negative tentang bisnis, seakan bisnis adalah kegiatan tipu-menipu, kegiatan yang menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan, yaitu keuntungan. Ini karena iklan sering atau lebih banyak memberi kesan dan informasi yang berlebihan, kalau bukan palsu dan terang-terangan menipu, tentang produk tertentu yang dalam kenyataannya hanya akan mengecoh dan mengecewakan masyarakat konsumen. Karena kecendrungan yang berlebihan untuk menarik konsumen agar membeli produk tertentu dengan cara memberi kesan dan pesan yang berlebihan tanpa memperhatikan berbagai norma dan nilai moral, iklan sering menyebabkan citra bisnis tercemar sebagai kegiatan tipu-menipu, dank arena itu seakan etika ada jurang yang tak dijembatani.
b.      Iklan Sebagai Pembentuk Pendapat Umum (Opini)
Berbeda dengan fungsi iklan sebagai pemberi informasi, dalam wujudnya yang lain iklan dilihat sebagai suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum masyarakat tentang sebuah produk. Dalam hal ini fungsi iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang berusaha mempengaruhi masa pemilih. Dengan kata lain, fungsi iklan adalah untuk menarik massa konsumen untuk membeli produk itu. Caranya dengan menampilkan model iklan yang manipulatif, persuatif, dan tendensius dengan maksud untuk menggiring konsumen untuk membeli produk tersebut. Karena itu, model iklan ini juga disebut sebagai iklan manipulatif.
Secara etis, iklan manipulasi jelas dilarang karena iklan semacam itu benar-benar memanipulasi manusia, dan segala aspek kehidupannya, sebagai alat demi tujuan tertentu di luar diri manusia. Iklan persuasive sangat beragam sifatnya sehingga kadang-kadang sulit untuk dinilai etis tidaknya iklan semacam itu. Bahkan batas antara manipulasi terang-terangan dan persuasi kadang-kadang sulit ditentukan.
2.      Beberapa Persoalan Etis Periklanan
Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan, khususnya ikaln yang manipulative dan persuasive non-rasional. Pertama, ikaln merongrong otonomi dan kebebasan manusia. Dalam banyak kasus ini jelas sekali terlihat. Iklan membuat produk tertentu. Banyak pilihan dan pola konsumsi manusia modern sesungguhnya adalah pilijan iklan. Manusia didikte oleh iklan dan tunduk pada kemauan iklan, khususnya ikalan manipilatis dan persuasive yang tidak rasional. Ini justru sangat bertentangan dengan imperative moral kan bahwa manusia tidak boleh diperlakukan hanya sebagai alat demi kepentingan lain dari luar dirinya. Manusia harus dihargai hanya sebagai yang mampu menentukan pilihannya sendiri, termasuk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pada fenomena iklan manipulative, manusia benar-benar menjadi objek untuk membantunya memilih produk tertentu.
Kedua, dalam kaitan dengan itu, iklan manipulative dan persuasive non-rasional menciptakan kebutuhan manusia dengan akibat manusia modern menjadi konsumtif. Secara ekonomis hal ini baik karena dengan demikian akan menciptakan permintaan dan ikut menaikkan daya beli masyarakat. Bahkan dapat memacu produktivitas kerja manusia hanya demi memenuhi kebutuhan hidupnya yang terus bertambah dan meluas itu. Namun, di pihak lain muncul masyarakat konsumtif, di mana banyak daari apa yang dianggap manusia sebagai kebutuhannya sebenarnya bukan benar-benar kebutuhan.
Ketiga yang juga menjadi persoalan etis yang serius adalah bahwa iklan manipulasi dan persuasive non-rasional malah membentuk dan menentukan identitas atau citra diri manusia modern. Manusia modern merasa belum menjadi dirinya kalau belum memiliki barang ditawarkan ikalan. Ia belum merasa diri penuh kalau belum memakai minyak ramput seperti diiklankan bintang film terkenal, identisas manusia modern lalu halnya identitas masal, serba sama, serba tiruan,serba polesan dan serba instan.
Keempat, bagi masyarakat Indonesia dengan tingkat perbedaan ekonomi dan social sangat tinggi, iklan merongrong rasa keadilan social masyarakat. Iklan yang menampilkan yang serba mewah sangat ironis dengan kenyataan social di ,ama banyak anggota masyarakat berjuang untuk sekedar hidup.
3.      Makna Etis Menipu Dalam Iklan
Jadi, karena konsumen adalah pihak yang berhak mengetahui kebenaran sebuah produk, iklan yang membuat pernyataan yang menyebabkan mereka salah menarik kesimpulan tentang produk itu tetap dianggap menipu dan dikutuk secara moral kendati tidak ada maksud apa pun untuk memperdaya. Dengan kata lain, bahkan iklan yang hanya bohong, dan tidak ada maksud untuk memperdaya sekalipun, sudah dikategorikan sebagain penipu dank arena dianggap sebagai tidak etis, hanya karena alas an bahwa konsumen berhak mengetahui semua informasi yang sebenarnya tentang produk yang ditawarkannya.
Pihak pengiklan dan produsen mungkin akan keberatan dengan mengatakan bahwa konsumenlah yang salah dalam menafsirkan iklan tersebut. Jadi, mereka sama sekali tidak menipu. Namun, iklan yang tampil dengan pernyataan sudah tidak netral. Soalnya, iklan itu sendiri ditampilkan dengan cara sedemikian rupa sehingga pada dirinya sendiri sudah mengandung penafsiran yang keliru. Jadi, kekeliruan itu sesungguhnya sudah terkandung dalam iklan itu. Maka, secara tidak langsung sebenarnya sudah ada niat terselubung dan samar-samar dari pihak pengiklan dan produsen untuk memperdaya konsumen, paling dengan kurang membuat iklan yang dapat ditafsirkan secara keliru itu.
Secara singkat dapat disimpilkan bahwa iklan yang menipu dan karena itu secara moral dikutuk adalah iklan yang secara sengaja menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan dengan maksud menipu atau yang menampilkan pernyataan yang bisa menimbulkan penafsiran yang keliru pada pihak konsumen yang sesungguhnya berhak mendapatkan informasi yang benar apa adanya tentang produk yang ditawarkan dalam pasar. Dengan kata lain, berdasarkan prinsip kejujuran, iklan yang baik dan diterima secara moral adalah iklan yang memberi pernyataan atau informasi yang benar sebagaimana adanya.
4.      Kebebasan Konsumen
Iklan merupakan suatu aspek pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan hubungan antara produsen dengan konsumen. Secara konkrit, iklan menentukan pula hubungan penawaran dan permintaan antara produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut pula menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.
Kode etik periklanan tentu saja sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh iklan ini. Akan tetapi, perumusan kode etik ini harus melibatkan berbagai pihak, yang antara lain: ahli etika, konsumen (lembaga konsumen), ahli hukum, pengusaha, pemerintah, tokoh agama, dan tokoh masyarakat tertentu, tanpa harus merampas kemandirian profesi periklanan. Yang juga penting adalah bahwa profesi periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu benar-benar mempunyai komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang baik bagi masyarakat. Namun, jika ini tidak memadai, kita membutuhkan perangkat legal politis dalam bentuk aturan perundang-undangan tentang periklanan beserta sikap tegas tanpa kompromi dari pemerintah melalui departemen terkait untuk menegakkan dan menjamin iklan yang baik bagi masyarakat.
Sumber :

Dr. Keraf, A. Sonny. 2006. Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar