Kamis, 28 Maret 2013

KOMPUTER LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN

Kasus: Terhadap seorang pengusaha (B) yang sedang membutuhkan modal sebesar 100juta, dan kemudian pengusaha (A) memberikan pinjaman dan modal kepada pengusaha (B). Dengan alasan kepercayaan tetapi harus melalui perantara adalah BANK supaya pengusaha (A) mendapatkan keuntungan. Jika A mandapat 5% maka BANK mendapat 7% dan apabila pengusah (B) mengalami kebangkrutan maka resiko di tanggung dengan BANK, dan apabila B meninggal dunia, maka BANK akan mencari perusahaan lain untuk ikut menanggung resiko tersebut PT. ABC disebut sebagai Asuransi jiwa. PT. ABC tidak akan mampu menanggung resiko tersebut maka ia harus mencari perusahaan lain lagi adalah PT. DEP yang nanti akan mendapat premi. Tetapi PT. DEP juga masih tidak mampu untuk menanggung resiko dan mencari perusahaan untuk ikut menanggung resikonya yaitu PT. KLM Tetapi PT. KLM juga masih tidak mampu untuk menanggung resiko dan mencari perusahaan untuk ikut menanggung resikonya adalah PT. XYZ, karenanya mampu menanggung resiko yang paling besar sekali pun maka akan disebut dengan RESTORASI.  Keuntungan yang akan di dapat : i1 untuk A, i2 untuk B, i3 untuk BANK yaitu. Sebab PT. XYZ memiliki kepemilikan yang diatas 50% dan yang tidak di perbolehkan oleh pemerintah, maka PT. XYZ menginvestaikannya ke pada BANK karena keuntungan yang sangat rendah. Jadi BANK membuat perusahaan leassing yang mengasuransikannya kepada PT. ABC, karena ingin mendapatkan keuntungan yang sangat lebih besar lagi maka di jual lah ke pasar modal yamg kemudian akan di beli oleh PT. XYZ. PT. XYZ juga membuka perusahaan di Indonesia dan membeli saham 20% dari pasar modal. Untuk itu tidak akan merugikan PT. XYZ juga menginvestasikan kepada siti agar bisa dapat membayar premi asuransi di dalam Retro cessi yang di dalamnya terdapat PT. ABC, PT. DEP dan PT. KLM.

Sabtu, 16 Maret 2013

Anak di Jabodetabek Alami Kekerasan Fisik

Sepanjang tahun 2012, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat terdapat 2.637 anak di Jabodetabek menjadi korban kekerasan, seperti kekerasan seksual, kekerasan fisik, maupun kekerasan psikis dalam rumah tangga. Berdasarkan data Komnas PA dari 2.637 anak yang mengalami kekerasan itu, sebanyak 1.075 anak diantarannya merupakan korban kekerasan seksual atau mencapai 40,77 persen. Kemudian korban kekerasan fisik mencapai 31,06 persen atau 819 anak, serta 743 anak menjadi korban kekerasan psikis atau sebanyak 28,18 persen. Dari jumlah 2.637 anak yang mengalami kekerasan itu, sebanyak 1.657 merupakan anak perempuan dan 980 merupakan anak lak-laki. Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait mengatakan, jumlah kekerasan yang dialami anak di tahun 2012 mengalami peingkatan dibanding tahun 2011 lalu yang hanya sebanyak 2.509 anak. Namun, jenis kekerasan yang mendominasi terhadap anak masih sama yakni berupa kekerasan seksual. "Hal ini membuktikan bahwa, anak masih dianggap menjadi objek seksual bagi banyak orang dewasa. Ini sangat menyedihkan," ujar Arist, Selasa (25/12). Dari 1.075 kekerasan seksual yang dialami anak, dilakukan dalam bentuk sodomi sebanyak 241 kasus, perkosaan anak 549 kasus, pencabulan 223 kasus, serta incest sebanyak 17 kasus yang dilakukan ayah kandung. Kasus kekerasan seksual anak yang dilakukan ayah tiri adalah yang terbanyak yakni sebanyak 129 kasus. Meningkatnya angka kekerasan terhadap anak ini, dikatakan Arist, menandakan perlindungan terhadap anak yang tertuang dalam UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tidak berjalan. "Ini menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi kita semua," kata Arist. Dirinya juga mencatat dari 819 anak korban kekerasan fisik pada tahun 2012 ini, sebanyak 157 diantaranya meninggal dunia. Sementara sisanya mengalami luka berat dan ringan. Semua kasus kekerasan anak ini sebagian besar pelakunya adalah orang terdekat mulai dari ayah kandung atau ayah tiri, ibu kandung atau ibu tiri, ibu asuh, guru, paman, teman, dan pacar. Dalam catatan Komnas PA, untuk tahun 2012 dari 2.637 kasus kekerasan pada anak, jumlah pelaku kekerasan tertinggi dilakukan oleh ayah tiri. Kekerasan fisik yang dilakukan ayah tiri sebanyak 91 kasus, kekerasan seksual 129 kasus dan kekerasan psikis 6 kasus. Sementara kekerasan fisik yang dilakukan ayah kandung 86 kasus, kekerasan seksual yang dilakukan ayah kandung atau incest sebanyak 17 kasus, dan kekerasan psikis yang dilakukan ayah kandung ada 20 kasus. Selain itu, jumlah kekerasan fisik yang dilakukan ibu kandung ada 32 kasus.

KARANGAN ILMIAH

Karangan adalah karya tulis hasil dari kegiatan seseorang untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikanya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami. Dalam artikel ini akan dibahas tentang 3 jenis karangan, yaitu: karangan ilmiah, karangan non ilmiah, dan karangan semi ilmiah. Berikut ini penjelasannya. I. Karangan ilmiah Karangan ilmiah adalah biasa disebut karya ilmiah, yakni laporan tertulis dan diterbitkan yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan. Ada berbagai jenis karya ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah seminar atau simposium, dan artikel jurnal yang pada dasarnya kesemuanya itu merupakan produk dari kegiatan ilmuwan. Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan acuan bagi ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya. Di perguruan tinggi, khususnya jenjang S1, mahasiswa dilatih untuk menghasilkan karya ilmiah seperti makalah, laporan praktikum, dan skripsi (tugas akhir). Skripsi umumnya merupakan laporan penelitian berskala kecil, tetapi dilakukan cukup mendalam. Sementara itu, makalah yang ditugaskan kepada mahasiswa lebih merupakan simpulan dan pemikiran ilmiah mahasiswa berdasarkan penelaahan terhadap karya-karya ilmiah yang ditulis oleh para pakar dalam bidang persoalan yang dipelajari. Penyusunan laporan praktikum ditugaskan kepada mahasiswa sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan menyusun laporan penelitian. II. Karangan Non Ilmiah Karya non-ilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta pribadi tentang pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, bersifat subyektif, tidak didukung fakta umum, dan biasanya menggunakan gaya bahasa yang popular atau biasa digunakan (tidak terlalu formal). Ciri-ciri karya tulis non-ilmiah, yaitu: • Ditulis berdasarkan fakta pribadi, • Fakta yang disimpulkan subyektif, • Gaya bahasa konotatif dan populer, • Tidak memuat hipotesis, • Penyajian dibarengi dengan sejarah, • Bersifat imajinatif, • Situasi didramatisir, • Bersifat persuasif. • Tanpa dukungan bukti Jenis-jenis yang termasuk karya non-ilmiah, yaitu: • Dongeng • Cerpen • Novel • Drama • Roman. III. Karangan Semi Ilmiah Karya tulis semi ilmiah merupakan sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan yang ditulis dengan bahasa konkret dan formal, kata-katanya teknis dan didukung dengan fakta umum yang dapat dibuktikan kebenarannya. Karya tulis ini juga merupakan sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan penulisannya tidak semiformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering dimasukkan dalam kary tulis ini. Karya tulis semi ilmiah biasanya digunakan dalam komik, anekdot, dongeng, hikayat, novel, roman dan cerpen.. Berikut perbandingan istilah ilmiah dan semi ilmiah/popular. Kata Ilmiah • Metode • Prosedur • Sahih • Fonem • Populasi • Stadium • Karbon • Produk • Volume • Makro • Paradigma Kata Populer • Cara • Langkah-langkah • Sah • Bunyi • Penduduk • Tahapan • Orang • Hasil • Isi • Besar • Pandangan SUMBER WEB : http://nadiachya.blogspot.com/2012/04/

Penalaran-Evidensi-Inferensi

BAB I
Pendahuluan

Penalaran yaitu proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan jumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap yang benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi dijadikan sebagai dasar penyimpulan yang disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Dalam pertemuan sebelumnya kita telah membahas dan mendiskusikan tentang dasar dalam proses penalaran sebagai landasan berargumentasi yang meliputi inferensi, implikasi, evidensi serta cara untuk menilai fakta dan evidensi dalam berargumentasi. Maka kini akan dibahas mengenai proposisi yang lebih terperinci sebagai sebuah landasan dalam menyusun kesimpulan yang dapat diterima oleh akal sehat. Dalam makalah ini juga akan dijelaskan mengenai beberapa macam corak penalaran yang dipakai sebagai alat argumentasi. Secara garis besar makalah ini membahas tentang berpikir induktif dan deduktif.
Wujud Evidensi merupakan semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi, atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran. Fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh digabung dengan apa yang dikenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang paling rendah evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang dimaksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu.
Inferensi merupakan suatu proses untuk menghasilkan informasi  dari  fakta  yang  diketahui.  Inferensi  adalah  konklusi  logis  atau  implikasi berdasarkan informasi yang tersedia. Dalam sistem pakar,  proses inferensi dialakukan dalam suatu modul yang disebut inference  engine. Ketika representasi pengetahaun pada bagian knowledge base  telah lengkap, atau paling tidak telah berada pada level yang cukup  akurat, maka representasi pengetahuan tersebut telah siap digunakan.
Induksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari satu arah atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran yang induktif dapat dibedakan atas bermacam-macam variasi yang akan dijelaskan lebih lanjut yaitu berupa generalisasi, hipotesis dan teori, analogi induktif, kausal, dan sebagainya.
Deduksi merupakan suatu proses berpikir (penalaran) yang bertolak dari suatu proposisi yang telah ada menuju kepada proposisi baru yang akan membentuk kesimpulan. Dalam induksi, untuk menarik kesimpulan, maka penulis harus mengumpulkan bahan – bahan atau fakta – fakta terlebih dahulu. Sementara dalam penulisan deduktif penulis tidak perlu mengumpulkan fakta – fakta itu, karena yang diperlukan penulis hanyalah suatu proposisi umum dan proposisi yang bersifat mengidentifikasi suatu peristiwa khusus yang berhubungan dengan proposisi umum tadi. Bila identifikasi yang dilakukan benar dan proposisinya benar,maka dapat diharapkan bahwa kesimpulannya pun akan benar.

BAB II
ISI

INDUKSI:
Pengertian Induksi:
Induksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena yang ada, maka disebut sebagai sebuah corak berpikir yang ilmiah karena perlu proses penalaran yang ilmiah dalam penalaran induktif.
Pengertian fenomena sebagai landasan induktif harus diartikan sebagai data maupun sebagai pernyataan-pernyataan yang tentunya bersifat factual. Sehingga induksi dapat berasal dari fenomena yang berbentuk fakta atau berbentuk pernyataan–pernyataan (proposisi-proposisi). Proses penalaran induktif dapat dibedakan lagi atas bermacam-macam variasi yaitu: generalisasi, hipotesa dan teori, analogi induktif, kausal, dll.
DEDUKSI
Pengertian Deduksi:
Kata deduksi berasal dari bahasa latin yang artinya menghantar dari suatu hal ke hal yang lain. Sebagai suatu istilah penalaran, deduksi adalah suatu proses penalaran (berpikir) yang bertolak dari proposisi yang telah ada yang menuju sebuah proposisi baru yang menjadi sebuah kesimpulan. Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Adapun berbagai macam corak berpikir deduktif adalah silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme disjungtif, atau silogisme alternative, entimem, rantai deduksi dan sebagainya.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam pembuatan proposisi argumentasi maka digunakan teknik – teknik penalaran dan pengujian data yang ada. Dari dua system yang telah dipaparkan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bila kita membandingkan penalaran dalam induksi dan penalaran dalam deduksi, maka kesimpulan dari induksi mempunyai kemungkinan kebenaran, dan benar tidaknya proposisi itu tergantung pada kebenaran dari data yang dipergunakan.
Dalam penggunaan metode induksi, untuk membuat suatu kesimpulan penulis harus mengumpulkan data dan fakta yang terkait terlebih dahulu. Semakin banyak dan semakin baik kualitas datanya maka akan semakin mantap kesimpulan yang dihasilkan. 

SUMBER WEB:
http://irabieber.wordpress.com/category/paper/