Minggu, 15 April 2012

Minggu ke 4 perilaku keorganisasian

KEPEMIMPINAN ( Pendekatan dari segi situasi)

1.MODEL KEPEMIMPINAN KONTINGENSI :

Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan variabel-variabel situasional. Kalau model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987). Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).

Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971).

Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok:

Supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat), directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada), participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan) dan achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan). Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.

2.MODEL KEPEMIMPINAN VROOM & YETTON :

Teori kepemimpinan Vroom & Yetton ini merupakan salah satu teori contingency. Teori kepemimpinan Vroom & Yetton disebut juga teori normative (Normative Theory), karena mengarah kepada pemberian suatu rekomendasi tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu, menurut teori ini, gaya kepemimpinan yang tepat ditentukan oleh corak persoalan yang dihadapi oleh macam keputusan yang harus diambil sehingga dapat membantu mengenali berbagai jenis situasi pemecahan persoalan secara berkelompok dan menyarankan gaya – gaya kepemimpinan mana yang layak untuk setiap situasi.

Vroom & Yetton mengklasifikasikan lima gaya pengambilan keputusan, yaitu :
1.Pemimpin memecahkan persoalan atau pengambilan keputusan sendiri dengan menggunakan informasi yang pada waktu itu diketahuinya
2.Pemimpin memperoleh informasi yang diperlukan dari bawahan, lalu memutuskan pemecahannya sendiri. Pemimpin dapat atau tidak mengatakan kepada bawahannya apa persoalannya sewaktu memperoleh informasi dari mereka. Peran yang dimainkan bawahan dalam pengambilan keputusan adalah memberikan informasi yang diperlukan, dan bukan mengajukan atau menilai alternative – alternative pemecahan.
3.Pemimpin memberitahukan persoalan kepada beberapa bawahan yang relevan secara pribadi, memperoleh gagasan dan saran mereka tanpa mengumpulkan mereka dalam satu kelompok. Kemudian pemimpin mengambil keputusan yang mungkin atau tidak mencerminkan pengaruh dari bawahan pemimpin.
4.Pemimpin memberitahu persoalan kepada bawahan sebagai satu kelompok, memperoleh gagasan dan saran mereka secara kolektif. Kemudian pemimpin mengambil keputusan yang mungkin atau tidak mencerminkan pengaruh dari bawahan pimpinan.
5.Pemimpin memberitahukan persoalan kepada bawahan sebagai suatu kelompok. Bersama- sama mereka pemimpin menghasilkan dan menilai berbagai alternative pemecahan dan berusaha untuk mencapai suatu kesetujuan atau consensus mengenai suatu pemecahan. Peran pemimpin mirip seorang ketua. Pemimpin tidak mencoba untuk mempengaruhi kelompok untuk menerima pemecahan pemimpin, dan pemimpin bersedia untuk menerima dan melaksanakan setiap pemecahan yang didukung oleh seluruh anggota kelompok.
Dari teori diatas dapat diambil contoh seperti cara menangani korban bencana alam gempa bumi yang terjadi di padang beberapa waktu lalu, dimana pimpinan tertinggi yaitu presiden meminta menteri – menteri dan aparat yang terkait untuk mencari informasi sebanyak – banyaknya mengenai keadaan dilapangan. Dan president menerima segala bentuk informasi dari bawahan – bawahannya yang terkait seperti para menteri terkait, gubernur padang maupun dari orang – orang yang diutus untuk mensurvei dilapangan, lalu semua informasi itu disampaikan oleh para bawahannya seperti menteri terkait kepada presiden dan presiden mengadakan pembicaraan yang mendalam kepada jajarannya untuk memutuskan hal apa yang akan dilakukan untuk membantu penanganan dalam gempa tersebut. Setelah dilakukan pembicaraan dengan semua pihak terkait yang memberikan berbagai macam masukan maka presiden memutuskan untuk para menterinya melakukan koordinasi yang mendalam dalam proses evakuasi korban, menempatan korban yang selamat, mengalokasikan segala bantuan baik tenaga maupun kebutuhan- kebutuhan yang diperlukan serta tahap perbaikan infrastruktur.

3.MODEL PATH THEORY GOAL :

Dasar teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang di butuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path goal ini dating dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran di sepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls
Model path goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar
1.Fungsi pertama : memberi kejelasan alur
2.Fungsi kedua : meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.

CONTOH MASING-MASING MODEL :

Model Kepemimpinan path-goal :

Sebagai contoh teori path goal adalah pemimpin dalam suatu regu untuk mendaki gunung,. Pemimpin yang efektif yaitu di mana pemimpin memberikan arahan serta motivasi agar bawahannya atau anggotanya dapat mencapai ke puncak gunung. Pemimpin biasa memberikan reward ke pada anggotanya agar dapat mencapai tujuan bersama.

Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model) :

Menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi
Model kepemimpinan Vroom & Yetto :
Presiden menerima segala informasi dari bawahannya dan menerima segala bentuk masukan sehingga dari informasi tersebut dapat diambil sebuah keputusan tindakan apa yang akan dilakukan terlebih dahulu dalam menangani bencana gempa bumi tersebut.

Model kepemimpinan Vroom & Yetto :

Presiden menerima segala informasi dari bawahannya dan menerima segala bentuk masukan sehingga dari informasi tersebut dapat diambil sebuah keputusan tindakan apa yang akan dilakukan terlebih dahulu dalam menangani bencana gempa bumi tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar